blog ini udah lama nggak ke pake daripada karatan, oke, akan mulai saya isi cerbung saja
Prolog
Kaki langit bercahaya. Gadis muda di awal 20-an merapatkan jaketnya. Jemarinya sedikit gemetar, mengenggam erat payung bermotif mawar merah. Rintik hujan menampar permukaan payungnya menimbulkan bunyi yang membuat bulu kuduk merinding. Langkah kakinya sedikit terhambat akibat genangan lumpur jalan setapak.
Ah! Tempat itu tak jauh lagi.
Mata beriris cokelat berbinar begitu menangkap bangunan dengan desain bundar. Bangungan tua yang telah ditumbuhi tanaman rambat dan segala jenis lumut. Dia telah berkali-kali menyelidiki tempat itu.
Rasa bahagia membuncah ketika dilihatnya berbagai peralatan laboratorium dari kaca jendela. Gadis itu memang sangat berbakat dalam sains dan teknologi. Orang-orang bilang bakatnya itu diturunkan dari almarhum kakeknya. Sayangnya, kemarin dia dipergoki neneknya dan dimarahi habis-habisan.
Kenapa sih Oma Dzakkya sangat membenci sains dan teknologi?
Gadis itu menutup payungnya ketika tiba di teras bangunan. Tangannya begitu cekatan membersihkan tanaman rambat yang membelit pintu dengan pisau komando. Ketika pintu telah cukup bersih tangan kanan memutar ganggang pintu ....
KLAK!
“Yes! Tak terkunci!” pekiknya senang.
Senyuman terkembang di bibir si gadis muda. Aroma apek yang begitu kental tak menyurutkan niatnya. Dia mulai melangkah ke dalam laboratorium tua dengan hanya berbekal lampu emergency. Gadis muda hampir memekik ketika dua ekor tikus melintas.
Dia melangkah hati-hati karena banyak pecahan kaca berserakan di lantai, mungkin dari alat-alat gelas laboratorium pada saat ledakan terjadi. Ya! Sebuah ledakan yang konon katanya telah menewaskan kakeknya. Jasad sang kakek bahkan tak dapat dikenali lagi. Sebuah kotak dari baja seukuran manusia menarik perhatiannya. Gadis muda mendekat perlahan.
PRANG!!
Pintu baja terlepas, jatuh menghempas lantai. Sosok berbaju putih yang penuh jelaga ke luar dari dalam, berjalan tertatih menuju si gadis muda. Tangan kotor miliknya terulur seolah hendak meraih apa saja yang ada di depannya.
“AAAA!” gadis muda panik dan memukuli sosok itu dengan payung di tangannya.
“Hei! Hei! Hentikan!” gerutu si baju putih kesal. Gadis muda menghentikan pukulannya, menelan ludah. Hembusan napas berat terdengar. “Siapa kamu? Kenapa memasuki laboratoriumku tanpa izin! Aku sedang melakukan percobaan penting!” omel sosok itu. Emosi si gadis mendadak tersulut. Dia menatap marah.
“Kamu ini ya jangan asal ngaku-ngaku! Lab ini ‘kan milik Opa Dzak ....” Gadis muda terhenyak. Cahaya lampu emergency menyorot wajah lawan bicaranya. Seorang lelaki muda berwajah manis. Dia mengenal wajah itu, wajah lelaki dalam figura di kamar oma. Dia pun dapat melihat bordiran huruf “Dzakky” di bagian dada kanan jas lab yang dipakai lelaki muda. “Opa?” Wajah si gadis langsung pucat. “HANTUUU!”
Gadis muda lari terbirit-birit. Sosok misterius tadi mengejar di belakangnya. Lelaki muda itu tak terima diteriaki hantu. Jantung sang gadis berdebar kencang, tapi bukan dalam artian romantis. Adegan kejar-kejaran di bawah guyuran hujan tengah malam dengan sosok berbaju putih penuh jelaga tentu bukanlah adegan yang romantis.
Kaki telah kehilangan tenaga. Sang gadis jatuh terduduk di atas jalanan setapak. Dia hanya bisa menutup mata dengan pasrah ketika lelaki muda berwajah manis semakin mendekat. Napasnya yang ngos-ngosan terdengar lebih nyaring dari suara mengguntur di kaki langit.
“Ampun, ampuun jangan ganggu, Titin, Opa. Pergilah ke surga dengan tenang ....”
“Woyyy! Kamu ini ngomong apa? Aku ini masih hidup masa disuruh pergi ke surga!”
Gadis muda membuka matanya perlahan. Diamatinya lelaki di hadapannya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Benar saja, kaki si pemuda masih menjejak tanah, berarti masih hidup, tapi kenapa bisa ....
“Umm tapi kenapa Opa masih terlihat muda?” Pria muda mendengus sebal.
“Ya ampun kamu ini memang kurang ajar ya, tadi memanggilku hantu sekarang Opa. Aku ini masih muda, istriku saja baru mengandung anak pertama.” Gadis muda menggigit bibirya. “Kamu ini benar-benar menganggu! Aku sedang melakukan penelitian besar, aku sedang membuat mesin waktu untuk ke masa depan agar bisa mencari obat untuk Dzakkya.”
Setelah puas mengomel, pria muda berbalik, berniat kembali ke dalam labnya. Namun, tubuhnya mendadak terpaku, laboratorium kebanggaannya terlihat lebih mirip rumah hantu. Matanya menatap tak percaya. Gadis muda yang telah berhasil menghimpun kekuatannya, bediri di sebelah si lelaki muda.
“Sepertinya ... mesin waktu Opa Dzakky berhasil. Orang-orang malah mengira Opa meninggal terbakar di dalam lab saat ledakan terjadi 50 tahun lalu.” Dzakky menatap heran gadis muda di hadapannya. “Perkenalkan Opa, aku Titin, cucumu.” Dzakky masih terpaku. Berbagai rasa bercampur aduk dalam benak. Rasa bahagia karena keberhasilannya namun juga mendadak diserang kerinduan pada Dzakkya, istri tercinta.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar